Bear Jokes

Bear Jokes

Aku yang pernah mereka cintai.
Aku yang pernah mereka dekap.
Dan kini aku yang terbuang.

Senja masih terlalu awal untuk tiba. Hanya saja awan mendung tak sabar ingin mengakhiri hari ini dengan air hujan yang deras. Berharap akan dapat melunturkan noda darah pada rumput, batu, dan tanah. Dan tentunya pada sebuah tubuh yang terbaring kaku. Takao Ryu. Seorang artis terkenal tewas di kampusnya dengan satu tusukan tepat di jantungnya.
Beberapa petugas keamanan memasang garis pada bagian sisi dari mayat Takao. Fans serta para wartawan masih bergerumun melihat artis yang selalu dipuja dan dipuji tewas. Diantara kerumunan, seorang wanita dengan minuman colanya menyaksikan tubuh Takao yang bersimbah darah dari balik kacamata hitamnya. Dan segera pergi berlalu. Menjauh dari keramaian, menaiki mobil sportnya dan pergi. Di bagian sudut kampus yang lain. Seorang wanita yang lain melakukan hal yang sama. Hanya saja kali ini ia menangis. Air matanya mengalir membasahi pipi putihnya.
Kabar tewasnya Takao Ryu langsung mendapat sorotan media. Terlebih yang menjadi sorotan adalah agensi dan rival setianya, Jim Sota.
Sota menonton berita tentang rivalnya dari sebuah televisi.
“Lihat mereka. Berkerumun seperti lalat. Memangnya mereka pikir Kak Takao itu apa?” hardiknya.
Sesaat kemudian, manager Sota masuk mencarinya. Akashi Yama.
“Hei! Ayo, kita harus pergi sekarang.” Serunya
Sota bangkit. Ia melihat raut wajah aneh pada managernya.
“Kenapa? Kenapa ekspresimu begitu?” tanya Sota.
“Ah, itu. Kau harus memakai sesuatu untuk menutupi mukamu. Ah, pakai ini.” Akashi memakaikan topi ke Sota.
“Untuk apa, para wartawan?”
Akashi dan Sota berjalan beriringan. Akashi merangkul Sota dan membuatnya agar menunduk. Ternyata, para wartawan sudah menunggu didepan kantor mereka. Akashi dan Sota bersesak-sesakkan dengan para wartawan demi dapat keluar kantor. Setelah perjuangan penuh mereka masuk mobil dan pergi.
“Argh!!” pekik Sota kesal didalam mobil. Ia melempar topinya begitu saja.
“Kenapa? Kenapa aku? Apa tampangku ini sudah seperti pembunuh? Bagaimana bisa aku berada di dua tempat sekaligus. Bodoh!!” hardiknya lagi.
“Tidak ada jalan lain. Kita harus minta bantuannya. Aku rasa dia orang yang tepat untuk masalah ini.” Gumam Akashi.
“Apa yang kau bicarakan? Siapa yang dapat membantu kita?” tanya Sota penasaran.
Akashi memandang Sota. Mulutnya terbuka.
“Kau akan tahu, sesaat setelah kita tiba disana.” Akashi menunjuk sebuah gedung tinggi menjulang. Tepat setelah mobil mereka berhenti di depan sebuah apartemen kelas bawah.
Kaki mereka melangkah bersamaan. Beberapa kali Sota menggandeng lengan managernya. Suasana apartemen kelas bawah membuatnya sedikit bergidik jijik.
“Kak, tempat apa ini?” seru Sota buka suara.
“Tenanglah, kita akan mencari Ibu Peri disini. Tenangkan dirimu, buat dirimu senyaman mungkin. Karena bisa saja orang yang akan kita temui sikapnya akan membuatmu dua kali lebih jijik.” Seru Akashi
Sota menelan salivanya. Ia semakin erat menggandeng lengan Akashi.
“Disini.” Seru Akashi saat sampai di pintu tujuan mereka.
“Ketuklah.” Seru Sota
Akashi mengetuk pintu yang penuh dengan stiker itu.
Tak berapa lama, pintu terbuka. Sebuah kepala menyembul dari balik pintu. Seorang wanita dengan penampilan berantakan seperti habis minum-minum. Mengerjapkan matanya memandang siapa yang ada di hadapannya. Memiringkan wajahnya, melihat Sota yang bersembunyi dibalik tubuh Akashi.
“Akashi?” seru wanita itu dengan suara parau.
“Hai, Nidji. Apa kabar?” Sapa Akashi
Wanita bernama Nidji itu tersenyum.
“Kau tahu‘kan, aku paling tidak suka anjing.” Seru Nidji dengan mimik muka yang datar.
“Ng?” Akashi mengernyitkan keningnya.
“Itu, anak anjing Chihuahua dibelakangmu.” Tunjuk Nidji pada Sota tepat dimuka Sota.
Sota kesal disebut seperi itu dan ingin segera menghardiknya namun ditahan Akashi.
“Hahaha.. cukup manis Nidji. Kau tidak berubah. Astaga, ku pikir sekarang kau semakin cantik saja.” Alih Akashi.
Nidji memasang wajah datar. Memandang ujung kaki Akashi sampai ujung kepalanya.
“Kau juga. Tetap seperti dulu, kutu buku, aneh, memakai dasi kupu-kupu, selalu memakai parfum bayi,...”
“Hei!! Hentikan!” pekik Akashi akhirnya.
“Itulah Akashi yang kukenal 2 tahun yang lalu.” Sambung Nidji
Akashi menarik nafasnya pelan, menahan kemarahan.
“Apa maumu?” tanya Nidji, kali ini dengan wajah serius.
“Aku minta bantuanmu. Aku punya masalah. Ah, tidak. Kami punya masalah.” Sahut Akashi.
“Kenapa? Kalian ingin menikah tapi kalian tidak mendapat restu orang tua kalian?”
“Nidji, cukup!!!” pekik Akashi lagi.
“Oke, oke, oke, ayo masuk. Anggap seperti rumah sendiri.” Seru Nidji mendahului masuk.

Sota merangkul lengan managernya.
“Kak, aku lebih takut dengan wanita ini ketimbang masalahku.” Lirih Sota.
“Tenang. Aku dengar dia adalah orang yang tepat untuk hal-hal seperti ini. Percayalah.”
“Apa kau yakin 100% padanya?” tanya Sota
Akashi berpikir sejenak.
“Tidak juga.” Seru Akashi singkat dan langsung masuk meninggalkan Sota yang semakin terpuruk lesu.

Sota dan Akashi duduk berhadapan dengan Nidji.
“Jadi, dia yang namanya Takao. Kenapa aku baru tahu? Ah, selain aktor dia juga seorang penyanyi. Wah~ dia sedang ada skandal rupanya. Ckckck, pria ini terlihat culun tapi ternyata dia sedikit berulah juga.” Seru Nidji sambil membaca koran internet lewat komputernya.
“Sota tidak berada dikampus saat itu. Dia sedang makan bersamaku.” Seru Akashi.
“Ehm, alibi seperti itu kurang menjamin. Hei!! Anjing Chihuahua. Sebelum, saat, dan sesudah kejadian, kau pergi kemana?” tanya Nidji.
“Sebelumnya aku memang bertemu dengannya. Kami bertemu di lift. Saat itu, aku menunggu lift dan saat pintu lift terbuka didalamnya sudah ada Takao dengan boneka itu. Aku agak aneh melihatnya. Wajahnya memerah dan berkeringat. Tapi aku masuk saja. Aku menanyainya tentang rumor skandal yang sedang hangat saat ini. Tapi dia tidak menjawab apapun. Aku juga menyindir tentang boneka ia bawa. Ia hanya tersenyum aneh kearahku. Setelah aku sampai di lift yang kutuju sebelum keluar ia memelukku, eraaattt sekali. Kemudian dia berbisik kepadaku. Aku tidak terlalu jelas mendengarnya. Tapi, kalimat itu seperti ‘Bear Jokes, akan meminta hal seperti ini sekali lagi. Kau akan menyaksikannya.’ Kurang lebih begitu katanya.” Terang Sota.
Nidji menyeringai.
“Kenapa kau memasang tampang aneh seperti itu?” seru Sota
“Aku sedang menyamakan mukaku dengan seseorang.” Seru Nidji.
“Siapa?”
Nidji memutar monitor komputernya.
“Itu, Jokers Jokes. Dia selalu menyeringai jahat.” Seru Sota
“Aku tidak pandai menirukannya. Tapi, Akashi mungkin bisa menunjukkannya.”
“Benarkah? Oh, aku baru tahu Kak menyukai hal menyeramkan seperti ini. Ayo, Kak tunjukkan padaku.” Pinta Sota.
Akashi mendekati Nidji sambil membawa laptopnya.
“Nidji, berhenti bermain. Sekarang aku memintamu fokus. Lihat, aku punya salinan CCTV sewaktu di lift. Lihat, dua orang ini. Dilantai tiga sudah ada seorang wanita yang terlihat sengaja menunggu lift Takao. Ia masuk dan hanya turun sampai ke lantai empat. Setelah itu, wanita lain yang tidak naik satu lift pun sampai lift Takao tiba, ia kemudian turun bersama Takao sampai kelantai tujuh kemudian keluar. Bukankah ini aneh? Ia hanya turun satu lantai. Lalu Dan yang tersisa adalah Takao seorang diri sampai lantai satu. Kemudian Takao keluar dari kampusnya dengan tubuh sempoyongan. Ia ditemukan tergeletak dekat. Apa sebenarnya yang terjadi?” Seru Akashi sambil memainkan laptopnya.
Sota mengerjap-ngerjap matanya. Menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Antara mengerti dan tidak. (*lol)
“Tidakkah kau sadari. Bahkan sedekat ini.” Seru Nidji
Akashi memalingkan wajahnya pada Nidji.
“Boneka itu.” Tunjuk Nidji pada layar laptop.
Akashi kembali menatap laptopnya.
“Apa? Tidak ada yang aneh dengannya. Aku pikir itu hanya sebuah boneka. Seorang fans memberikannya kepada idola.” Seru Akashi.
“Hei!! Akashi Yama. Jika kau ingin menjadi suami dari seorang detektif sepertiku kau harus membuka sisi deduktifmu lebih luas lagi.”
“Apa? Suami? Detektif?” Gumam Sota yang memandang Akashi dan Nidji dengan tatapan tak mengerti.
“Apa yang kau maksud?” Tanya Akashi pada Nidji
Nidji bangkit dari tempatnya. Pergi kedapur dan kembali dengan membawa dua botol kopi law sugar. Dan memberikan salah satunya kepada Akashi.
“Hei! Bagaimana denganku?” pinta Sota.
“Kopi tidak bagus untukmu. Karena jika dikonsumsi terlalu sering dapat membuat kualitas penglihatanmu berkurang. Kau memang bisa melihat. Tapi kau tidak akan bisa melihat benda kecil seperti apapun. Terlebih lagi jika benda kecil itu cukup tajam. Cukup tajam untuk melukai atau bahkan menusuk kejantungmu.” Seru Nidji.
“Apa?” Seru Sota dan Akashi bersamaan.
Akashi memutar kembali rekaman saat dimana Takao bertemu dengan wanita itu.
“Oh, wanita itu masuk.” Seru Sota yang kini antusias. Akashi dan Sota melihat dengan seksama.
“Perhatikan wanita itu. Wanita pertama yang naik dari lantai 6. Dia membawa sebuah boneka. Ia menunggu di depan lift sampai lift Takao datang lalu masuk. Memberikan boneka itu kepada Takao. Takao terlihat senang dan  menerimanya, lalu wanita itu memeluk Takao. Disinilah kejadian sebenarnya terjadi. Kalian bisa melihatnya itu pun jika kalian jeli. Lihatlah kepalan tangan kiri Takao yang berada didalam saku celana. Ia terlihat seperti menahan sesuatu. Sebuah tanda ekspresi yang menggambarkan jika ada sesuatu yang menyakiti dirinya. Wanita itu melepas pelukannya. Melempar senyum dengan Takao begitu pula Takao. Dan turun setelah lift terbuka. Ia turun dilantai 4. Dan dilantai selanjutnya, ia bertemu wanita yang kedua. Wanita itu tidak melakukan apa-apa. Bahkan ia juga tidak tersenyum pada Takao. Selanjutnya Takao bertemu dengan Sota. Ia memeluk Sota sama seperti yang sebelumnya wanita itu lakukan padanya. Sota keluar dan ia sendiri tetap berada di lift sampai akhirnya ia keluar di lantai satu. Berjalan dengan sempoyongan menuju kearah klinik. Dimana klinik itu tepat berada disamping taman. Taman yang mana membuatnya diketemukan oleh mahasiswa lain bukan sebagai artis tapi sebagai mayat.” Jelas Nidji.
“Astaga. Kak Takao.” Mata Sota berair.
“Jadi pelakunya adalah wanita pertama.” Seru Akashi
“Aku akan memeriksa bagian resepsionis. Agensi kami biasanya menitipkan barang atau pun hadiah dari fans di sana. Pasti boneka itu ada disana.” Seru Akashi sambil memencet tombol ponselnya.
“Sudah tidak ada.” Seru Nidji.
“Ng? Apa yang kau bicarakan.”
Nidji menatap keluar jendela.
“Boneka itu sudah tidak ada. Kalau pun ada. Mungkin pelakunya sudah melenyapkannya. Barang seperti itu akan dengan mudah datang dan lenyap. Saat ini mungkin dia lenyap namun sebentar lagi dia akan datang lagi.”
“Sota, kau akan menyaksikannya. Kali ini, bukan hal manis seperti boneka. Bersiaplah. Jangan buat dirimu terluka.” Tambah Nidji
Sota memandang Akashi dengan perasaan cemas.
“Apa yang harus kami lakukan?” Tanya Akashi
“Itu urusan kalian. Aku hanya membantu memecahkan masalah.” Sahut Nidji datar.
“Kak~” lirih Sota
Akashi memandang Nidji.
“Jangan pernah mencoba untuk bersembunyi. Aku tidak tahu seberapa gila orang ini. Tapi yang jelas dia lebih gila dariku. Dia tak akan melukai kalian. Dia hanya memakai nama Sota.” Tambah Nidji pada Akashi.Sota


DREETTT...
Ponsel Akashi bergetar.
“Ya, ini aku. Oh, benarkah? Baiklah, aku kan kesana. Terima kasih sudah menghubungi.” Akashi menutup ponselnya.
“Siapa, Kak?” tanya Sota.
“Polisi. Mereka bilang kau bebas dari dakwaan.” Seru Akashi pada Sota.
Sota tersenyum lega. Ia bisa bernafas sedikit sekarang.
“Nidji, aku minta bantuanmu lagi.” Seru Akashi
Nidji memalingkan muka dari Akashi.
“Itu pun kalau kau mau. Aku akan menunggumu. Ini kartu namaku. Aku pergi dulu.” Akashi dan Sota pergi.
“Aku tak kan bisa mencegahnya.” Seru Nidji
Akashi berbalik.
“Aku tahu. Tapi setidaknya beritahu kami apa yang kau tahu. Paling tidak beritahu aku.”
Akashi berhenti sejenak.
“Ia juga tahu ‘kan?” Seru Akashi sambil menunjuk sebuah foto didinding.

Tinggal Nidji seorang diri. Matanya menatap kosong pada sebuah foto didinding. Fotonya bersama seorang pria yang lebih tua darinya lengkap dengan pakaian resmi kepolisian.
“Aku tidak akan bisa mencegahnya, benarkan, kak? Aku benarkan?” Lirih Nidji.
END.....???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Peradaban Islam (Makalah) Masa Rasulullah Saw.

Abstrak Sejarah Pendidikan Islam

Resume Buku : Guru Berkarakter Guru Profesional Masa Depan - Cucu Suryanto