Tragedi Mina dalam Perspektif Islam (Opini)
Tragedi Mina dalam Perspektif Islam
Ibadah haji merupakan kewajiban setiap
umat muslim bagi yang mampu. Setiap tahunnya jutaan umat muslim dari seluruh
dunia memenuhi tanah Arab. Semua datang dengan niat dan tujuan yang sama,
menunaikan ibadah haji. Terdapat berbagai prosesi yang harus dijalani oleh para
calon jamaah haji. Untuk tahun ini terdapat satu prosesi yang menarik perhatian
dunia, yaitu prosesi lempar jumrah. Ya, tragedi Mina terulang kembali tahun
ini. Ratusan jemaah haji meninggal berdesak-desakan saat akan menuju tempat
melempar jumrah selanjutnya. Berbagai spekulasi mulai bermunculan,
mempertanyakan penyebab mengapa tragedi tersebut bisa terjadi. Sebagian pula,
ada yang mempertanyakan bagaimana manajemen panitia penyelenggara dan tanggung
jawab mereka dalam menyikapi masalah ini. Dalam tulisan ini saya akan membahas
mengenai tragedi Mina dalam sisi sudut perspektif Islam.
Sesuai dengan ajaran dalam Al-Qur’an, kota
Mekah adalah kota yang paling aman. Setiap umat muslim seharusnya merasakan
keamanan itu. Namun keamanan tersebut dapat terjalin jika ada kerjasama dari
berbagai pihak. Seperti yang telah kita ketahui bersama saat ini, tragedi Mina
terjadi saat ribuan calon jemaah haji yang sedang dalam perjalanan untuk
melempar jumrah di Mina berhenti tiba-tiba kemudian saling berdesak-desakan sehingga
menyebabkan beberapa calon jamaah haji kelelahan, pingsan, terjatuh lalu terinjak-injak
oleh calon jamaah haji lainnya.
Beberapa waktu melempar jumrah berdasarkan
ketentuan dapat dilakukan yaitu pada saat setelah subuh (setelah terbit
matahari, Nahr), waktu ikhtiar (siang hari sampai terbenam matahari/ghurub),
waktu jawaz (setelah lewat malam 10 Dzulhijjah hingga terbit fajar),
namun bisa juga dilakukan sore atau malam. Dan calaon jamaah haji banyak yang
memilih waktu Dhuha karena hukumnya sunah. Itulah yang menyebabkan mengapa
banyak calon jamaah haji yang jatuh menjadi korban.
Lalu bagaimana jika waktu pelemparan
jumrah dilakukan setelah waktu zawal (setelah matahari tergelincir ke
barat) dan bukan pada waktu sunah?
Apabila kondisi jalanan yang padat dengan
ribuan manusia yang tumpah ruah dan berdesak-desakan serta melihat kondisi
cuaca maupun kondisi para jamaah yang mulai kelelahan maka prosesi pelemparan
jumrah boleh dilakukan pada hari terakhir. Dengan cara menjamak keseluruhan
(tiga prosesi pelemparan jumrah) menjadi satu hari dan dilakukan pada hari
terakhir setelah waktu zawal.
Tragedi Mina bukanlah yang pertama kali
terjadi. Beberapa tahun haji sebelumnya tragedi yang persis seperti ini juga
pernah terjadi. Sebagian pihak akan menuding kearah Pemerintah Saudi Arabia
selaku pihak yang wajib bertanggung jawab atas korban yang berjumlah ratusan
tersebut. Sebagian pihak lain akan menuding kearah beberapa jamaah haji yang
berasal dari negara-negara tertentu dengan tuduhan merekalah akar penyebab terjadinya
desak-desakan serta kesemrawutan karena tidak taat aturan.
Sangat menyedihkan, melihat bagaimana umat
muslim yang lainnya (yang tidak berhaji) bukannya memberikan do’a kepada para
korban (baik yang selamat maupun yang meninggal) dan keluarga korban yang masih
menunggu kabar tentang keberadaan anggota keluarga mereka, namun yang ada kita
justru disibukkan dengan saling menyalahkan satu sama lain. Memang benar, jika
tidak ditemukan siapa yang bertanggung jawab maka kejadian seperti ini akan
terus terulang di tahun berikutnya dan pada musim haji berikutnya. Namun adakalanya
kita dapat menahan diri dari berbagai spekulasi dan perang opini yang
berlebihan yaitu dengan tidak saling hujat satu sama lain.
Apabila dilihat melalui kacamata Islam,
adakalanya kita sebagai umat muslim mulai berbenah diri dan menyikapi tragedi
Mina ini sebagai ujian dari Allah Swt. dalam menguji ketakwaan umat-Nya.
Kesadaran dari umat muslim terhadap pentingnya menaati aturan dan tata tertib berlaku
dapat menjadi hal yang seharusnya diutamakan pula. Karena ketika kita
menjalankan ibadah yang kita butuhkan adalah kekhusu’kan agar ibadah yang kita
jalani dapat diterima oleh Allah SWT.
Para petugas haji Arab Saudi seharusnya bisa
lebih komunikatif, rambu-rambu atau tanda penunjuk arah harus lebih diperjelas
agar mudah dipahami oleh berbagai calon jamaah haji yang berasal dari seluruh
dunia, peta-peta disebar dibeberapa tempat yang strategis oleh para calon
jamaah haji sehingga lebih mudah ditemukan oleh para calon jamaah haji. Para
petugas diharapkan bisa menemani dan membimbing para calon jamaah haji
dititik-titik penting sehingga mengurangi mereka yang tersesat, kebingungan,
kelelahan sekaligus mencegah terjadi desak-desakan dan kesemrawutan di kawasan
yang padat.
Selain itu Pemerintah Indonesia juga harus
berbenah diri terutama dalam mempersiapkan para calon jamaah hajinya dalam
manasik haji. Dengan didalam manasik bukan hanya sekedar pemahaman teori dan
prosesi ibadah haji, melainkan juga mengembangkan kedisiplinan bagi calon
jamaah haji atas aturan keselamatan saat berada di Arab Saudi. Pastikan bahwa
semua anggota jamaah yang berangkat adalah sehat secara jasmani dan rohani,
mampu menjaga dirinya, dan mematuhi semua ketentuan keselamatan haji. Dan juga kesadaran
dari masing-masing calon jamaah haji agar menyiapkan diri, baik secara fisik,
mental, dan pengetahuan.
Sejatinya kita harus bekerja keras
menyiapkan perjalanan rukun kelima Islam dengan mengutamakan keselamatan.
Mengutamakan keselamatan juga merupakan kunci tercapainya kekhusu’kan saat
menjalankan ibadah haji. Keikhlasan para calon jamaah haji dalam beribadah
seyogianya diimbangi dengan sistem yang benar, sumber daya petugas yang
profesional, dan infrastruktur yang baik. Sehingga tragedi atau pun peristiwa
memilukan seperti yang telah kita ketahui bersama ini tidak terulang lagi
dikemudian hari.
Komentar
Posting Komentar